Rabu, 20 Agustus 2008

Data Mining



Data Mining merupakan teknologi baru yang sangat berguna untuk membantu perusahaan-perusahaan menemukan informasi yang sangat penting dari gudang data mereka. Kakas data mining meramalkan tren dan sifat-sifat perilaku bisnis yang sangat berguna untuk mendukung pengambila keputusan penting. Analisis yang diotomatisasi yang dilakukan oleh data mining melebihi yang dilakukan oleh sistem pendukung keputusan tradisional yang sudah banyak digunakan. Data Mining dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan bisnis yang dengan cara tradisional memerlukan banyak waktu untuk menjawabnya. Data Mining mengeksplorasi basis data untuk
menemukan pola-pola yang tersembunyi, mencari informasi pemrediksi yang
mungkin saja terlupakan oleh para pelaku bisnis karena terletak di luar ekspektasi mereka.


Data mining didefinisikan sebagai satu set teknik yang digunakan secara otomatis untuk mengeksplorasi secara menyeluruh dan membawa ke permukaan relasi-relasi yang kompleks pada set data yang sangat besar. Set data yang dimaksud di sini adalah set data yang berbentuk tabulasi, seperti yang banyak diimplementasikan dalam teknologi manajemen basis data relasional. Akan tetapi, teknik-teknik data mining dapat juga diaplikasikan pada representasi data yang lain, seperti domain data spatial, berbasis text, dan multimedia (citra).

Data mining dapat juga didefinisikan sebagai “pemodelan dan penemuan pola-pola yang tersembunyi dengan memanfaatkan data dalam volume yang besar”

Data mining menggunakan pendekatan discovery-based dimana pencocokan pola (pattern-matching) dan algoritma- algoritma yang lain digunakan untuk menentukan relasi-relasi kunci di dalam data yang diekplorasi. Data mining merupakan komponen baru pada arsitektur sistem pendukung keputusan (DSS) di perusahaan-perusahaan.

Data mining (penambangan data), sesuai dengan namanya, berkonotasi sebagai pencarian informasi bisnis yang berharga dari basis data yang sangat besar. Usaha pencarian yang dilakukan dapat dianalogikan dengan penambangan logam mulia dari lahan sumbernya.
Dengan tersedianya basis data dalam kualitas dan ukuran yang memadai, teknologidata mining memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut:

1. Mengotomatisasi prediksi tren dan sifat-sifat bisnis. Data mining mengotomatisasi proses pencarian informasi pemprediksi di dalam basis data yang besar. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan prediksi ini dapat cepat dijawab langsung dari data yang tersedia.
Contoh dari masalah prediksi ini Misalnya target pemasaran, peramalan kebangkrutan dan bentuk- bentuk kerugian lainnya.

2.Mengotomatisasi penemuan pola-pola yang tidak diketahui sebelumnya. Kakas data mining “menyapu” basis data, kemudian mengidentifikasi pola-pola yang sebelumnya tersembunyi dalam satu sapuan. Contoh dari penemuan pola ini adalah analisis pada data penjulan ritel untuk mengidentifikasi produk- produk, yang kelihatannya tidak berkaitan, yang seringkali dibeli secara bersamaan oleh kustomer. Contoh lain adalah pendeteksian transaksi palsu dengan kartu kredit dan identifikasi adanya data anomali yang dapat diartikan sebagai data salah ketik (karena kesalahan operator).


Cara Kerja Data Mining
Bagaimana tepatnya data mining “menggali” hal-hal penting yang belum diketahui sebelumnya atau memprediksi apa yang akan terjadi? Teknik yang digunakan untuk melaksanakan tugas ini disebut pemodelan. Pemodelan di sini dimaksudkan sebagai kegiatan untuk membangun sebuah model pada situasi yang telah diketahui “jawabannya” dan kemudian menerapkannya pada situasi lain yang akan dicari jawabannya.

Sabtu, 21 Juni 2008

The Importance of People in E-business




The Importance of People in E-business
Javier Quintanilla Alboreca
José Ramón Pin Arboledas

We are currently living in a changeover era in which different realities simultaneously live side by side. On the one hand, we cannot forget the importance and capacity of survival of the traditional economic set-up, whilst on the other hand nor can we obviate the push of a new economy. This new reality raises many questions which need answering, for example about what the rules and fundamental pillars of the new labour market which the new economy brings will be. For this reason, now that we are faced with a new phenomenon such as e-business, we need to define the problems we wish to overcome and so avoid them catching us unaware in the future.
One of the fundamental challenges in this field is the so-called e-people management; in other words, How is e-business going to influence the management of people? What competences will be necessary? How will work be organised the new economy?

The new economy is defining a new labour market where the relation between the
employer in the employee is being modified. Indeed such is this modification that we
may even have difficulty separating both figures, at least using the traditional
interpretation of the said terms. If we offer an employee a substantial holding in the business, by way of stock options or by way of other mechanisms, should we consider him just an employee, a member or a quasi-member? Are relations the same between employers and employees, or between members or quasi-members?
If e-business has come about and is developing through innovation, talent and readiness to constantly evolve, in other words, as a product of collective or individual spirit, then it shall necessarily imply changes in the management of these individuals or teams.

Influence of e-business on people's work
But what is it in e-business, with regards to the previous situation, that influences
people? Among other things, we should highlight the use of technology to work within
and, especially, outside of the organisation. This does not mean that in the past we didn't use electronic technology, since we have all used it, we use it today and we shall continue to use it. The differential fact is that now it forms the basis of the business, whilst before it was, principally, for support. Business is now set up around this technological nucleus and the Internet. One of the principle features of this technological revolution is the central role of knowledge and of
information/communication processing. This transformation has, at least, the following consequences with regards to people.

One consequence, as we have just seen, is the radical change in the way employer and
employee relate to each other. The second consequence refers to the modification of
posts of employment. Both take place at the same time, but it is the first consequence which is most important. The new relationship brings a change in the balance of power in favour of the employee. As the employee has the knowledge, which is the basic material of new economy, he is now in a more privileged position than before.

Along with this first modification, people experience other changes: a) Intensive use of electronic means to relate to other people. b) Use of computers, now used as a business channel, as a common work tool. c) People no longer need to remain in one place and operations are geographically dispersed. d) Accelerated changes of strategy and changes to the business process. e) Does it modify the working day? Business can be carried out 24 hours a day, 365 days a year, especially when the market is global.

From a technical or strategic point of view, the consequences go even further, but with regards to people, and to the influence on their working and professional lives, these, in our opinion, are the most important aspects.
On the other hand, when speaking of e-business we can distinguish, fundamentally, two
fields: those companies whose business started in the new economy, and those which
enter the new economy from a traditional situation, normally large companies who see
the appearance of a large market which they must form part of.

The Problems of Managing People in E-business
Whenever there is research into the e-people field, the first thing that is discovered is that the biggest difference with regards to the traditional company is not the use of communication and information technologies, but the mentality of the people who work there. The relations between employer and employee are more similar to those between independent professionals or between partners. It is what The Economist (31st march 2000: 87) calls Employee Power. In the old economy, it is the heads of the hierarchy and the organisations that hold control and power in the employer-employee relationship. In the new economy we are witnessing a dramatic change. Entrepreneurs with little work experience and without traditional formal studies begin to define a new kind of labour relationship. Here the important thing is not status or prestige accumulated through years of service; the key is what each person can bring to these new companies in which knowledge is the true talisman. He who has knowledge has power. It seems that the new economy is governed more by the market of knowledge than by hierarchy.

This has consequences throughout the organisation. If one wishes to successfully set up an e-business, or one wishes to transform a traditional business into an e-business, one must modify the way of understanding these relations, the way leadership works and the way the organisation is governed.
In the next three articles of this series we shall analyse in more detail the important implications of the management of people on three levels of the organisation:

a) At the level of values and missions . In other words, what are the values which bring unity and consistence to the organisation, and what are the real customer and employee needs we wish to satisfy.

b) At the level of ways of working and managing. In other words, what is behind the
spontaneous internal cooperation which allows specific competences to be created in the organisation and how can people be managed.

c) At the level of human resource management systems . The formal processes of: recruitment, selection, training, development, compensation, appreciation of dedication, participation systems and labour relations.

Jumat, 06 Juni 2008

Neuro-Linguistic Programming (NLP)



Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.


Neuro-Linguistic Programming (NLP) adalah model komunikasi interpersonal dan merupakan pendekatan alternatif terhadap psikoterapi yang didasarkan kepada pembelajaran subyektif mengenai bahasa, komunikasi, dan perubahan personal. NLP diawali pada sekitar tahun 1970-an oleh Richard Bandler dan John Grinder. Semula pembahasan lebih terpusat pada berbagai "hal beda yang dapat membuat perbedaan" antara individu "unggul" dengan individu "rata-rata". Guna memahami lebih lanjut akan perbedaan tersebut, mereka melakukan serangkaian pemodelan pada berbagai aspek dari individu "unggul", seperti berbagai prilaku dalam menerima serta menyikapi lingkungan sekitar. Hal itu berujung pada pemahaman mengenai mekanisme kerja pikiran. Sehingga NLP berisikan berbagai presuposisi mengenai mekanisme kerja pikiran dan berbagai cara individu dalam berinteraksi dengan lingkungan dan antar sesamanya, disertai dengan seperangkat metode untuk melakukan perubahan.

Secara semantik, Neuro dapat diartikan sebagai berbagai mekanisme yang dilakukan individu dalam menginterpretasikan informasi yang didapat melalui panca indra dan berbagai mekanisme pemprosesan selanjutnya di pikiran. Linguistic ditujukan untuk menjelaskan pengaruh bahasa yang digunakan pada diri maupun pada individu lain yang kemudian membentuk pengalaman individu akan lingkungan. Programming dapat diartikan sebagai berbagai mekanisme yang dapat dilakukan untuk melatih diri seorang individu (dan individu lain) dalam berpikir, bertindak dan berbicara dengan cara baru yang lebih positif. Walaupun pikiran individu telah memiliki program "alaminya", yang didapat baik melalui pewarisan secara genetis maupun melalui berbagai pengalaman, individu tetap dapat melakukan peprograman ulang sehingga dapat bertindak lebih efektif.

NLP semula dikembangkan sebagai salah satu perangkat psychotherapeutic. Namun kemudian memperoleh kredibilitas ketika diaplikasikan pada berbagai bidang, seperti bisnis, komunikasi dan lainnya. NLP juga sangat bermanfaat ketika digunakan pada pengembangan pribadi maupun pada proses belajar dan mengajar yang efektif.

Selasa, 03 Juni 2008

PAKEM



Sumber Asli dari : Depdiknas

A. Apa itu PAKEM?

PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.

Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus
menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya,
mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan
suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya,
bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang
pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut
bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat
penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu
menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang
beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.
Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan
sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar
sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Menurut hasil penelitian,
tingginya waktu curah terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan
aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak
efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa
setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki
sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran
hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran
tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.

Secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut:

Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman
dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.

Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan semangat,
termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk
menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang
lebih menarik dan menyediakan `pojok baca'
Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif,
termasuk cara belajar kelompok.
Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan
suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa
dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.


B. Apa yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM?

1.Memahami sifat yang dimiliki anak

Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi.
Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak
Indonesia, atau anak bukan Indonesia =E2=80=93 selama mereka normal
terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan
modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif.
Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah
sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat, anugerah Tuhan,
tersebut. Suasana pembelajaran dimana guru memuji anak karena hasil
karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang
mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan
pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.

2. Mengenal anak secara perorangan

Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan
memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif,
Menyenangkan, dan Efektif) perbedaan individual perlu diperhatikan
dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam
kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda
sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan
lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor
sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila
mendapat kesulitan sehingga belajar anak tersebut menjadi optimal.

3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar

Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain
berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat
dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas
atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam
kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas
dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini
memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun
demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar
bakat individunya berkembang.

4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan
memecahkan masalah

Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis
masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah.
Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa
ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak
lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara
lain dengan sering-sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan
yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata "Apa yang
terjadi jika =E2=80=A6" lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-
kata "Apa, berapa, kapan", yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya
satu).

5.Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik

Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam
PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi
ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan
diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan
inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja
perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar,
peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya.
Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan
ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam PEMBELAJARAN karena
dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.

6.Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar

Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat
kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai
media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar).
Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak
merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan
tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa
ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan
lingkungan dapat men-gembangkan sejumlah keterampilan seperti
mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan,
berhipotesis, mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat
gambar/diagram.

7.Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar

Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam
belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah
satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya
lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara
memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan
agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar
selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan
memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan
pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada
hanya sekedar angka.

8.Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental

Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa
kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja
diatur berkelompok serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan
tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih
diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan
gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda
aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya
perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau
takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya
menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari
guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut
sangat bertentangan dengan `PAKEMenyenangkan.

Selasa, 22 April 2008

Enterprise Resource Planning (ERP)



Enterprise Resource Planning (ERP) systems attempt to integrate several data sources and processes of an organization into a unified system. A typical ERP system will use multiple components of computer software and hardware to achieve the integration. A key ingredient of most ERP systems is the use of a unified database to store data for the various system modules.
The two key components of an ERP system are a common database and a modular software design. A common database is the system that allows every department of a company to store and retrieve information in real-time. Using a common database allows information to be more reliable, accessible, and easily shared. Furthermore, a modular software design is a variety of programs that can be added on an individual basis to improve the efficiency of the business. This improves the business by adding functionality, mixing and matching programs from different vendors, and allowing the company to choose which modules to implement. These modular software designs link into the common database, so that all of the information between the departments is accessible and real-time.

Some organizations — typically those with sufficient in-house IT skills to integrate multiple software products — choose to implement only portions of an ERP system and develop an external interface to other ERP or stand-alone systems for their other application needs. For example, one may choose to use human resource management system from one vendor, and the financial systems from another, and perform the integration between the systems themselves.

This is very common in the retail sector, where even a mid-sized retailer will have a discrete Point-of-Sale (POS) product and financials application, then a series of specialized applications to handle business requirements such as warehouse management, staff rostering, merchandising and logistics.
Ideally, ERP delivers a single database that contains all data for the software modules, which would include:

Manufacturing
Engineering, Bills of Material, Scheduling, Capacity, Workflow Management, Quality Control, Cost Management, Manufacturing Process, Manufacturing Projects, Manufacturing Flow

Supply Chain Management
Inventory, Order Entry, Purchasing, Product Configurator, Supply Chain Planning, Supplier Scheduling, Inspection of goods, Claim Processing, Commission Calculation

Financials
General Ledger, Cash Management, Accounts Payable, Accounts Receivable, Fixed Assets

Projects
Costing, Billing, Time and Expense, Activity Management

Human Resources
Human Resources, Payroll, Training, Time & Attendance, Rostering, Benefits

Customer Relationship Management
Sales and Marketing, Commissions, Service, Customer Contact and Call Center support

Data Warehouse
and various Self-Service interfaces for Customers, Suppliers, and Employees

Enterprise Resource Planning is a term originally derived from manufacturing resource planning (MRP II) that followed material requirements planning (MRP). MRP evolved into ERP when "routings" became a major part of the software architecture and a company's capacity planning activity also became a part of the standard software activity. ERP systems typically handle the manufacturing, logistics, distribution, inventory, shipping, invoicing, and accounting for a company. Enterprise Resource Planning or ERP software can aid in the control of many business activities, like sales, marketing, delivery, billing, production, inventory management, quality management, and human resource management.

ERP systems saw a large boost in sales in the 1990s as companies faced the Y2K problem in their legacy systems. Many companies took this opportunity to replace their legacy information systems with ERP systems. This rapid growth in sales was followed by a slump in 1999, at which time most companies had already implemented their Y2K solution.

ERPs are often incorrectly called back office systems indicating that customers and the general public are not directly involved. This is contrasted with front office systems like customer relationship management (CRM) systems that deal directly with the customers, or the eBusiness systems such as eCommerce, eGovernment, eTelecom, and eFinance, or supplier relationship management (SRM) systems.
ERPs are cross-functional and enterprise wide. All functional departments that are involved in operations or production are integrated in one system. In addition to manufacturing, warehousing, logistics, and information technology, this would include accounting, human resources, marketing, and strategic management.

ERP II means open ERP architecture of components. The older, monolithic ERP systems became component oriented.

EAS — Enterprise Application Suite is a new name for formerly developed ERP systems which include (almost) all segments of business, using ordinary Internet browsers as thin clients.

Rabu, 09 April 2008

Speed Reading



Menguji Kemampuan Membaca Cepat

Apakah Anda termasuk kategori orang yang memiliki kemampuan membaca secara efisien? Atau seberapa efektifkah Anda membaca? Juga seberapa banyak waktu yang Anda perlukan untuk membaca?

Untuk mengetahui seberapa cepat, efektif dan efisien cara Anda membaca, Anda bisa melakukan pengujian terhadap kemampuan Anda tersebut. Caranya sangat sederhana seperti yang diuraikan dalam tulisan ini. Namun agar pengujian berjalan dan memberikan hasil yang efektif, ada baiknya Anda meminta bantuan seorang teman untuk menjadi pengawas pengujian kemampuan Anda membaca, meskipun tes ini bisa Anda lakukan sendiri.

Menguji kemampuan membaca ini, biasanya diberikan bagi mereka yang akan melakukan atau mempelajari teknik membaca cepat (speed reading). Ini dilakukan sebagai titik awal untuk melihat tingkat kemajuan yang diperoleh setelah melakukan atau mempraktekkan teknik membaca cepat. Dan pola yang sama, juga bisa Anda lakukan untuk melihat seberapa efektif Anda membaca. Pengujian ini menitik beratkan pada pengukuran kecepatan Anda membaca kata dalam setiap menit dan kemampuan Anda memahami artinya sekaligus.

Teknik pengujian ini sederhana sekali. Anda hanya perlu menyediakan pengukur waktu (stopwatch, jam tangan atau jam meja), buku yang belum pernah Anda baca sebelumnya sebagai materi yang akan digunkan untuk mengukur kemampuan Anda membaca dan menyerap informasi yang Anda baca dalam periode waktu tertentu. Umumnya setiap halaman buku yang berukuran setengah kuarto (105 x 148,5 mm) berisi sekitar 297 kata (setiap barisnya berisi sekitar 8 sampai 9 kata dan setiap halaman berisi sekitar 33 baris). Sementara periode waktu membaca yang diberikan untuk setiap pengujian, paling lama hanya 60 detik. Pada tahap pengujian berikutnya, periode waktu ini harus makin dikurangi.

Sebelum memulai pengujian, buatlah lebih dulu tabel terdiri dari empat kolom (waktu, jumlah kata, persentase pemahaman isi, keterangan yang menjelaskan kualitas membaca Anda) yang untuk ruang mencatat rekor Anda membaca sebagai berikut:

Pengujian 1


Tetapkan satu halaman buku yang akan digunakan untuk menguji kecepatan Anda membaca. Tekan tombol pengukur waktu, lalu mulailah Anda membaca dengan cara sebagaimana Anda biasa melakukannya. Lalu hentikan membaca bersamaan dengan habisnya waktu (60 detik). Tandai kata dimana Anda selesai membaca pada saat waktu habis.

Minta teman Anda yang mengawasi pengujian untuk menghitung jumlah kata yang telah Anda baca dalam waktu 60 detik. Lalu minta dia menguji kemampuan Anda menangkap isi tulisan yang Anda baca dengan cara membandingkan cerita Anda dan mencocokannya dengan isi tulisan, seberapa persenkah Anda mampu menyerap arti atau pesan yang disampaikan dalam tulisan yang Anda baca. Catat semua hasil itu pada tabel yang sudah disiapkan.

Pengujian 2

Bukan halaman lain dan ulangi proses pengujian pertama dengan cara membaca secepat mungkin yang Anda bisa lakukan dalam waktu 60 detik. Jika waktu habis, tandai dimana Anda berhenti membaca dan hitung kembali jumlah kata yang dapat Anda baca dengan kecepatan maksimal.

Seperti pada proses pengujian pertama, Anda harus menceritakan kembali isi tulisan yang Anda baca dan minta teman Anda mencocokkan dengan isi tulisan. Lihat dan bandingkan, adakah perbedaan signifikan antara kecepatan membaca Anda dengan kemampuan menangkap isi tulisan antara pengujian pertama dengan pengujian kedua.

Pada pengujian pertama, mungkin akan nilai pemahaman Anda terhadap isi tulisan yang Anda baca jauh lebih baik ketimbang pada pengujian kedua. Tapi jumlah kata yang bisa Anda baca di pengujian kedua, tentu akan lebih banyak ketimbang di pengujian pertama.

Sebagai pembanding Anda bisa melihat tabel dibawah ini yang menjelaskan perbandingan antara kecepatan membaca dan kemampuan menyerap isi bacaan berikut penilaian kemampuan membaca.

Jumlah kata /menit Pemahaman isi Profil Pembaca
110 kata/menit 50 persen Kemampuan kurang
240 kata/menit 60 persen Kemampuan rata-rata
400 kata/menit 80 persen Kemampuan baik
1000 kata/menit 85 persen Sempurna

Untuk meningkatkan kemampuan membaca secara cepat dan efektif, seperti yang dikategorikan dalam tabel, bisa dilakukan bila Anda mencoba mempraktekkan teknik membaca cepat. Pilih salah satau, atau jika Anda mau, bisa Anda mencoba mempraktekkan semua teknik membaca cepat yang ditawarkan. Kemudian cobalah uji hasil kecepatan membaca Anda (seperti prosedur pengujian di atas) setiap kali Anda selesai mencoba mempraktekkan teknik membaca cepat yang Anda pilih. Selamat mencoba.[sumber : http://www.tempo.co.id/edunet/]

Multiculture Education



Pendidikan multikultur mutlak diterapkan dalam proses pembelajaran siswa di Indonesia. Beragam kasus perselisihan yang menumpahkan darah akibat sentimen etnis, ras, golongan, dan agama, terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Seiring dengan era desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah yang bercirikan profesionalisme, demokratisasi, dan penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), mendorong proses perubahan sosial yang membawa masyarakat ke dalam kehidupan yang semakin kompleks dan plural.

Pendidikan multikultur mengisyaratkan bahwa siswa secara individual belajar bersama dengan individu lain dalam suasana saling menghormati, saling toleransi, dan saling memahami. Dalam konteks semangat pluralisme masing-masing harus mengambil bagian dalam menciptakan kehidupan yang damai. Nilai-nilai ini harus mempribadi pada para siswa, sehingga diharapkan semangat mengakui nilai-nilai kemanusiaan lepas dari latar belakang perbedaan individu, bukan saja dilaksanakan di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat.

Kamis, 27 Maret 2008

PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP



“Yesss … I Got You !” , Itulah cuplikan kalimat yang diucapkan seorang bocah bernama Kevin dalam film komedi anak-anak ”Home Alone” ketika ia berhasil mengelabui kawanan perampok dengan memanfaatkan video film koboi, cat , tali, dan sebagainya. Kalimat tersebut bagi kita sangat sederhana dan bahkan tidak bermakna, namum lain bagi bocah Kevin , bahwa kalimat tersebut sarat dengan makna karena pada tingkat usianya dengan segala keterbatasannnya itu ia sudah dapat memecahkan suatu problem secara cermat, cerdas dan kreatif, terlepas dari perdebatan nilai dan norma serta keyakinan budaya yang menyertai cara Kevin dalam memecahkan problema tersebut.


Ha...ha...ha.... , emang konyol dan lucu sekali , bagaimana Kevin dengan kelucuan , keluguan, dan batasan berpikir sebagai seorang yang masih bocah dalam menghadapi kawanan perampok itu . Namun, apakah kita hanya melihat dari sudut pandang kekonyolan dan kelucuan seorang bocah saja ? atau kemudian timbul dalam benak kita sebuah pemikiran bagaimana cermat dan cerdasnya seorang bocah kevin dalam mengatasi problem sesuai dengan batasan ia sebagai seorang bocah yang lucu dan lugu.

Dengan merenungkan kilasan ilustrasi di atas , akhirnya kita akan sampai pada suatu kesadaran kembali bahwa dalam kehidupan setiap orang , di mulai sejak kecil , ia akan selalu menghadapi masalah , dan kebanyakan masalah itu harus dipecahkan dan dijawab secara kreatif dengan menggunakan berbagai serana dan situasi yang dapat dimanfaatkan.

Kemampuan seperti inilah sebetulnya merupakan salah satu inti dari kecakapan hidup (Life skills), dan intensitas kecakapan hidup ini semakin hari semakin diperlukan oleh seseorang di manapun ia berada, baik bekerja atau tidak bekerja dan apapun profesinya.

Usaha peningkatan pendidikan dengan memberi bekal kecakapan hidup sejak dini bagi peserta didik sangat diperlukan, untuk menghadapi jenjang pendidikan selanjutnya dan dunia kerja, maka pendidikan perlu dikembalikan kepada prinsip dasarnya, yaitu upaya untuk humanisasi; mengembangkan potensi peserta didik agar berani dan mau menghadapi problema tanpa rasa tertekan; mampu dan trampil dalam memecahkan dan mengatasi berbagai problem.

Pada dasarnya Pendidikan Kecakapan Hidup bertujuan mengembangkan potensi peserta didik yang merupakan filosofi pendidikan sebenarnya. Secara khusus Pendidikan Kecakapan Hidup (life skill) bertujuan untuk:
1.mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan
untuk memecahkan problema yang dihadapi;
2.memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan
pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan
berbasis keluasan (broad based education), dan
3.mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya di lingkungan sekolah,
dengan memberikan peluang pemanfaatan sumberdaya yang ada di masyarakat, sesuai
dengan prinsip manajemen berbasis sekolah (school-based management).

Manfaat Pendidikan Kecakapan Hidup bagi peserta didik adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan problema hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga masyarakat dan warga negara.
Sementara itu bagi kalangan pendidikan maupun masyarakat luas dapat memahami konsep kecakapan hidup dan menerapkannya sesuai prinsip pendidikan berbasis keluasan (broad based education).
Sebagai suatu konsep, pendidikan kecakapan hidup tentu terbuka dan memang akan terus berkembang, namun dengan adanya penjelasan ini, paling tidak semua pihak terkait dapat menyamakan persepsi tentang apa itu kecakapan hidup (life skill), pendidikan kecakapan hidup serta pendidikan berbasis keluasan (broad based education) dan pendidikan berbasis masyarakat (community-based education).


KONSEP DASAR KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL)
Kecakapan hidup adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani meghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasi dan menjawab problema.
Kecakapan hidup (life skill) lebih luas dari keterampilan untuk bekerja, apalagi sekedar keterampilan manual. Orang yang tidak bekerja, misalnya ibu rumah tangga atau orang yang sudah pensiun pun tetap memerlukan kecakapan hidup karena akan tetap menghadapi berbagai masalah yang harus dipecahkan. Orang yang sedang menempuh pendidikan juga memerlukan kecakapan hidup, karena mereka tentu juga memiliki permasalahan yang harus dipecahkan. Bukankah dalam hidup, dimanapun dan kapanpun orang selalu menemui masalah yang harus dipecahkan?

Kecakapan hidup dapat dikategorikan menjadi lima, yaitu:
a.kecakapan mengenal diri (self awarness),
yang juga sering disebut kemampuan personal (personal skill);
b.kecakapan berpikir rasional (thinking skill);
c.kecakapan sosial (social skill)
d.kecakapan akademik (academic skill), dan
e.kecakapan vokasional (vocational skill)

Selasa, 25 Maret 2008

Competency Based Human Resources Management


Bidang sumber daya manusia, dalam beberapa tahun ke belakang ini mulai mendapatkan perhatian yang serius dari jajaran direksi perusahaan. Departemen sumber daya manusia mulai diposisikan sebagai unit strategis yang turut menentukan arah dan kebijakan yang ditempuh oleh perusahaan. Kecenderungan baru ini berkembang dengan suatu kesadaran mengenai fungsi sumber daya manusia sebagai the man behind the gun bagi setiap bentuk kebijakan perusahaan. Kualitas sumber daya manusia yang ada di suatu perusahaan akan menentukan kualitas kebijakan yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut, yang pada akhirnya menentukan pula kualitas dan daya saing perusahaan. Oleh karenanya menempatkan departemen sumber daya manusia sebagai unit strategis telah muncul sebagai suatu kebutuhan.

Hanya saja, pembenahan atau pemberdayaan terhadap departemen sumber daya manusia di suatu perusahaan seringkali dirasakan belum memberikan hasil yang optimal bagi pemberdayaan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Program-program pengelolaan sumber daya manusia yang diimplementasikan seringkali terkesan artifisial dan tidak menyentuh inti permasalahan yang sebenarnya terjadi di organisasi. Pembenahan atau pemberdayaan di bidang sumber daya manusia seringkali dilakukan tanpa dilandasi suatu strategic grand scenario yang jelas. Alhasil, banyak perusahaan yang telah mengalokasikan waktu, tenaga, serta dana yang tidak sedikit jumlahnya ke dalam program-program seperti: pelatihan dan pengembangan karyawan (training and development), assessment, maupun instalasi program Human Resources Information System, mendapatkan hasil yang mengecewakan.

Competency-Based Human Resources Management (CBHRM) adalah suatu pola pendekatan di dalam membangun suatu sistem manajemen sumber daya manusia yang handal dengan memanfaatkan kompetensi sebagai titik sentralnya. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan dapat meningkatkan efektifitas dan konsistensi kebijakan seleksi, promosi, kompensasi, penilaian kinerja, pendidikan dan pelatihan, perencanaan karir, manajemen kinerja, maupun perencanaan strategis di bidang sumber daya manusia ke titik yang paling optimum.

Kompetensi adalah atribut individu (pengetahuan, pengalaman, keterampilan, keahlian, sikap) yang diperlukan untuk dapat melaksanakan pekerjaan dan terkait dengan performansi seseorang pada pekerjaan tersebut. Kompetensi muncul dalam bentuk perilaku kerja yang dapat diukur / diperbandingkan dengan suatu standar obyektif, serta dapat ditingkatkan melalui pelatihan maupun program pengembangan lainnya.

Dengan memanfaatkan kompetensi sebagai basis kebijakan operasional maupun manajerial di bidang sumber daya manusia, perusahaan akan memiliki kriteria yang jelas dan relevan dengan kepentingan bisnis perusahaan sebagai panduan di dalam melaksanakan berbagai kebijakan terkait di bidang sumber daya manusia. Bila dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen, implementasi CBHRM akan membentuk budaya kerja yang mendorong peningkatan kompetensi sumber daya manusia secara berkelanjutan, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan kompetensi dan daya saing perusahaan.

Sabtu, 15 Maret 2008

FENOMENA OPTIK : HALO



Halo adalah fenomena optik berupa lingkaran cahaya di sekitar Matahari atau Bulan.
Fenomena Halo matahari adalah lingkaran mirip pelangi yang mengelilingi matahari. Halo muncul saat cahaya matahari mengenai awan sirrus yang tinggi dan berisi banyak es, serta mengalami defraksi sehingga membentuk sebuah cincin cahaya. Halo adalah fenomena yang jarang terjadi di daerah tropis. Di benua Eropa dan sebagian benua Amerika sering terjadi dan dapat dilihat secara langsung dua kali seminggu. Halo pernah terjadi di kota Bandung, Indonesia pada pukul 10.00 pagi hingga 13.30 siang, tanggal 27 September 2007. Terakhir kali, fenomena ini terjadi di Makassar pada 29 Oktober 2007.

Pada umumnya halo melibatkan putaran radius 22° halo dan sundogs (Parhelia). Dalam gambar yang menunjukan matahari di kelilingi oleh 22° halo dan dilambungi (sisi) oleh sundogs. Parhelic circle adalah biasan cahaya kristal yang melapisi sundogs dan mengelilinginya. Kadangkala ia melapisi keseluruhan ruang langit dalam ketinggian yang sama dengan matahari. Pembinaan tangen ketinggian dan rendah (Upper Tangent arc and Lower Tangent arc) menyentuh secara terus dengan 22° halo sama ada di atas atau dibawah matahari. Pembuatan Lengkungan (Circumzenithal arc) akan terjadi di atas kristal tersebut.

Radius 22° gerhana matahari tidak kelihatan. Ia seperti helaian yang berlapis-lapis pada permukaan awan cirrus yang tipis. Awan ini sejuk dan mengandungi air kristal walaupun pada iklim yang sangat panas.
Halo selalu mempunyai diameter yang sama dalam posisinya di langit. Kadang-kadang hanya sebagian saja yang muncul. Semakin kecil cincin cahaya yang terbias muncul mengelilingi matahari atau bulan dihasilkan oleh korona dari lebih banyak tetesan air daripada dibiaskan oleh kristal es. Halo tidak berkaitan bahwa hujan akan turun.
Apabila ingin melihat halo pastikan kedua mata anda dilindungi dari pancaran matahari. Jangan sesekali memandang terus dan lama pada halo. Sembunyikan matahari dari penglihatan di balik kacamata hitam, bangunan atau apa-apa saja. Berhati-hati apabila mengambil gambar halo tanpa pelindung matahari. Halo sangat berbahaya untuk pengambilan gambar terus terutama dengan mengunakan kamera SLR. source: http://www.bpkpenabur-bdg.sch.id/science.htm

Rabu, 12 Maret 2008

Business : Sustainable Development


The most widespread, common meaning for the terms “sustainability” and “sustainable development” come from the Brundtland Commission Report from the United Nations. According to this report, sustainable development "meets the needs of the present generation without compromising the ability of future generations to meet their own needs" (Brundtland Commission 1987).

In the ensuing twenty years since this definition has been introduced, many people and organizations have explored what it means. Complexities abound in terms of the choices that individuals, corporations, governments, and other organizations need to make from this perspective. For example, just asking the question, “how far into the future do we need to project in order to consider the needs of future generations?” is inherently complex. Such choices inherently affect the autonomy and well-being of those who come after us as well as those of us who are here now.

Despite these complexities, pragmatic approaches that embrace the notion of sustainability are being brought to fore by people, all types of companies, organizations, and governments because doing well by doing right is its promise. For example, we see that consumer preferences are lining up to favor companies that are good stewards of people and community, the environment and profits. Good stewards of all three of these concepts are following a triple bottom-line approach to sustainable development.

Sustainable development has emerged as a way of thinking and pursuing innovation that continually asks questions, connects the dots, and makes course corrections to make things better today and over the long haul. Such a process involves understanding how things work and how they are connected. This requires a systems approach to finding problems and lasting solutions. Systems approaches look for how our lives have rich interconnections with economic, environmental, and social factors, and then finding ways of integrating these interconnections in new ways that encompass a balance among them. As a result, the process of sustainable development takes hold where economic, social equity, and environmental needs are simultaneously addressed.

Frequently, the term “sustainability” gets mistakenly associated with notions of environmental performance, exclusive of economic and social considerations. This situation comes about because environmental considerations in the past have been an underappreciated aspect of the systems that support our lives. Everything we know, use, and consume ultimately comes from nature. Our world economy relies entirely on natural capital: sunlight, wood, oil, water, oxygen, carbon dioxide, nitrogen, plants, animals, soil, metals, and many other things. Because of this foundation of our economy, we are able to organize ourselves in wonderfully diverse and rich societies all around the globe. Nature truly remains at the core in the pursuit of sustainable development.

The Native American credo of "don't eat your seed corn,” Dr. Seuss' (1971) The Lorax, and William Forster Lloyd's (1833) “Tragedy of the Unregulated Commons” also illustrate dimensions of sustainable development. For the first item, obviously if someone consumed the seed needed for next year’s planting, today’s small meal comes at the expense of being able to produce food entirely in the future. In The Lorax, deforestation and devastation remain once all of the resource trees are removed for consumption without planning for their replenishment. The commons metaphor describes a pasture shared by local herders who want to maximize their yield and so will increase their herd size whenever possible. The dilemma is that as each herder individually gains as each grazing animal is added, the pasture is slightly degraded. The situation illustrates how it is easy to be caught in an individual race to accumulate the most before overgrazing collapses the whole resource for all other herders. All three clearly illustrate examples that are not sustainable.

What are some systems level issues that jeopardize the commons? Consider Jared Diamond's book, Collapse (2005) that identifies five factors that contribute to collapse of a civilization: climate change, hostile neighbors, trade partners or outside sources of essential goods that go sour, environmental problems, and, finally, a society's response to its problems. The first four may or may not prove significant in each society's demise, Diamond claims, but the fifth always does. The salient point, of course, is that a society's response to environmental problems is completely within its control, which is not always true of the other factors. In other words, as his subtitle puts it, a society can choose to succeed or fail.

Sabtu, 08 Maret 2008

Konstruksi Aneh

Adakah yang dapat membangun konstruksi bangunan
sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini ?


Ilusi Optik


Apakah Anda melihat gambar roda di atas berputar ?


Ilusi optik adalah ilusi yang terjadi karena kesalahan penangkapan mata manusia. Ada anggapan konvensional bahwa ada ilusi yang bersifat fisiologis dan ada ilusi yang bersifat kognitif.

Ilusi fisiologis
Ilusi fisiologis, seperti yang terjadi pada afterimages atau kesan gambar yang terjadi setelah melihat cahaya yang sangat terang atau melihat pola gambar tertentu dalam waktu lama. Ini diduga merupakan efek yang terjadi pada mata atau otak setelah mendapat rangsangan tertentu secara berlebihan.

Ilusi kognitif
Ilusi kognitif diasumsikan terjadi karena anggapan pikiran terhadap sesuatu di luar. Pada umumnya ilusi kognitif dibagi menjadi ilusi ambigu, ilusi distorsi, ilusi paradoks dan ilusi fiksional.
(a). Pada ilusi ambigu, gambar atau objek bisa ditafsirkan secara berlainan.
(b). Pada ilusi distorsi, terdapat distorsi ukuran, panjang atau sifat kurva (lurus lengkung).
(c). Ilusi paradoks disebabkan karena objek yang paradoksikal atau tidak mungkin
(d). Ilusi fiksional didefinisikan sebagai persepsi terhadap objek yang sama sekali berbeda bagi seseorang tapi bukan bagi orang lain, seperti disebabkan karena schizoprenia atau halusinogen.

Kamis, 06 Maret 2008

Movie:The Substitute



Synopsis:The Substitute
An ex-mercenary (Tom Berenger) becomes a take-no-prisoners teacher in a drug-ridden, gang-infested Miami high school in this campy morality tale about restoring lost American virtues to the inner city. Berenger's character, Shale, has no first name, a shadowy past as a patriotic gun-for-hire, and is temporarily unemployed and living with an idealistic teacher, Jane Hetzko (Diane Verona). Jane has angered a school gang leader, Juan Lucas (Marc Anthony), by asking the principal to get him transferred after he has threatened her in the schoolyard. After Jane is kneecapped by a gang member, Shale fakes a resume and becomes a substitute teacher, Mr. Smith. He lectures his class on the lessons of Vietnam ("We were fighting Communism") while looking for a way to get revenge on Juan. When he challenges the school's tolerance for student misbehavior, Smith is fired by the slimy principal, Claude Rolle (Ernie Hudson), an ex-cop who is running for City Council and doesn't want to rock the boat. Shale stays because he cites a union rule requiring two weeks' notice. During that period, tensions escalate and eventually Shale intervenes in a gang war that degenerates into a school-destroying inferno of violence.

Selasa, 04 Maret 2008

Organizational Cultural Change In Technological Innovations


In the last decade, competitors of an organization were the organizations operated in the same industrial sector and geographic region. Yet, in today’s business world, the situation is changed. Organizations are competing with competitors around the world. The geographical boundary is tended to be relegated, inasmuch as the profound effect on the use of technologies. Organizations have to improve their efficiency and shorten their response time to markets. It is widely accepted that technological innovations are providing guidance to organizations to achieve their goals. In fact, cultural inertia makes organizations fail to defend themselves against competitors and result in profits erosion. A past study has consolidated an extensive list of critical organizational culture factors and identified relationships between the critical culture factors and innovativeness of organizations.

Jumat, 29 Februari 2008

Mnemonic Techniques



Mnemonic Techniques to improve memory, memorization

Mnemonic techniques are more specific memory aids. Many are based on the general memory strategies that were presented earlier. Although it can be easiest to remember those things that you understand well, sometimes you must rely on rote memory. The following techniques can be used to facilitate such memorization.


1. ACRONYMS. You form acronyms by using each first letter from a group of words to form a new word. This is particularly useful when remembering words in a specified order. Acronyms are very common in ordinary language and in many fields. Some examples of common acronyms include NBA (National Basketball Associations), SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus), BTUs (British Thermal Units), and LASER (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation). What other common acronyms can you think of? The memory techniques in this section, for example, can be rearranged to form the acronym "SCRAM" (Sentences/acrostics, Chunking, Rhymes & songs, Acronyms, and Method of loci).

2. SENTENCES/ACROSTICS. Like acronyms, you use the first letter of each word you are trying to remember. Instead of making a new word, though, you use the letters to make a sentence.

3. RHYMES & SONGS. Rhythm, repetition, melody, and rhyme can all aid memory. Are you familiar with Homer's Odyssey? If you are familiar with the book, then you know that it is quite long. That is why it is so remarkable to realize that this, along with many ancient Greek stories, was told by storytellers who would rely solely on their memories. The use of rhyme, rhythm, and repetition helped the storytellers remember them.

4. METHOD OF LOCI. This technique was used by ancient orators to remember speeches, and it combines the use of organization, visual memory, and association. Before using the technique, you must identify a common path that you walk. This can be the walk from your dorm to class, a walk around your house, whatever is familiar. What is essential is that you have a vivid visual memory of the path and objects along it. Once you have determined your path, imagine yourself walking along it, and identify specific landmarks that you will pass. For example, the first landmark on your walk to campus could be your dorm room, next may be the front of the residence hall, next a familiar statue you pass, etc. The number of landmarks you choose will depend on the number of things you want to remember.

5. CHUNKING. This is a technique generally used when remembering numbers, although the idea can be used for remembering other things as well. It is based on the idea that short-term memory is limited in the number of things that can be contained. A common rule is that a person can remember 7 (plus or minus 2) "items" in short-term memory. In other words, people can remember between 5 and 9 things at one time. You may notice that local telephone numbers have 7 digits. This is convenient because it is the average amount of numbers that a person can keep in his or her mind at one time.

6. PRACTICE MAKES PERFECT (or closer to it anyway): Okay, it may not be a mnemonic, but repeating is still a great memory aid. Remember the children's game "I'm going on a picnic and I'm bringing...." As each new object is added, the old objects are repeated. People can often remember a large number of objects this way. When remembering a list of things, you might try a similar concept. Once you are able to remember 5 items on your list without looking, add a 6th, repeat the whole list from the start, add a 7th, and so on. It can be quite intimidating to see long lists, passages, or equations that you are expected to commit to memory. Break up the information into small bits that you can learn, one step at a time, and you may be surprised at how easy it can be. You might even utilize grouping techniques, like those discussed earlier, to form meaningful groups that you can learn one at a time.

Kamis, 28 Februari 2008

Bandung Interest Place


Gedung Sate Bandung merupakan bangunan pertama yang menggunakan konstruksi beton bertulang, juga merupakan bangunan instansi pemerintahan Pusat Kolonial Belanda. Dinamakan Gedung Sate, karena ornamen atap berbentuk tusukan sate. Sekarang gedung ini dijadikan pusat pemerintahah Gubernur Jawa Barat. Dirancang dan dibangun pada tahun 1920, oleh arsitek J. Gerber.

Curug Omas terletak di lokasi wisata Maribaya, Lembang. Objek wisata ini menawarkan pesona air terjun dan keindahan alam di sekitarnya. Kesegaran udara langsung terasa begitu kita memasuki area objek wisata, tetapi bukan hanya suasana segar yang ditawarkan, Anda akan menjumpai air terjun setinggi 30 meter disana. Gemuruh air terjun terdengar dari area di sekitarnya, menggugah kita untuk mendekatinya.

Gunung Tangkuban Perahu, merupakan salah satu gunung berapi yang berada di Jawa Barat, tepatnya di Lembang, kurang lebih 30 km sebelah utara kota Bandung dengan ketinggian 2084 Meter dari atas permukaan laut. Untuk menuju kesana diperlukan waktu kurang lebih 30 menit menggunakan kendaraan bermotor.

Setelah memasuki area kawah putih, bukan rasa takut yang akan anda alami, tetapi anda pasti akan terpaku dan terpana begitu melihat dan menyaksikan sendiri bagaimana menakjubkannya genangan air yang berwarna putih disertai asap yang mengepul diatasnya. Warna air di danau kawah putih tidak selalu berwarna putih, terkadang air berwarna hijau apel dan kebiru-biruan, bila terik matahari dan cuaca terang, terkadang pula berwarna coklat susu.

Setelah memasuki gerbang Situ Patengan, kita akan melewati perkebunan teh yang menghijau. Dan tidak jauh kedepan, kita akan melihat hamparan air yang sangat banyak dengan keindahan alam yang menawan. Kesegaran dan kesejukan menambah kenyamanan kita di area wisata Situ Patengan. Hamparan air yang luas, dengan sentuhan kabut tipis yang menggantung diatasnya, menambah indahnya suasana Situ (danau).

Rabu, 27 Februari 2008

Striving to Success


Sukses adalah akumulasi dari usaha-usaha kecil yang dilakukan terus-menerus. Orang-orang berhasil adalah orang-orang yang memiliki perbedaan. Mereka senantiasa mengambil langkah kedua, ketiga dan mungkin langkah keempat pada garis yang tidak terputuskan. Sedangkan orang awam, biasanya hanya mengambil langkah pertama lalu tidak melanjutkan perjalanannya. Padahal setiap langkah berikut yang diambil akan meningkatkan nilai langkah sebelumnya.
Tak ada jalan mudah untuk mencapai segala sesuatu. Lakukan satu hal pada suatu waktu, dan semua hal dalam kesuksesan. Keberhasilan tidak mendatangi kita, tapi kitalah yang harus menemuinya. Terserah kita sendiri apakah mau membuka pintu diri kita untuk suatu kesempatan. Kesempatan emas yang kita cari-cari berada di dalam diri kita sendiri. Tidak tergantung pada lingkungan kita, atau keberuntungan, semua itu ada di dalam diri kita sendiri.

Kita bisa memulainya di manapun kita berada setiap saat. Rumput di kejauhan mungkin tampak lebih hijau, namun kesempatan itu tepat berada dimana kita berada. Ketika kesempatan itu muncul, ambillah manfaat darinya. Kita tidak memerlukan lebih banyak kekuatan, atau lebih besar kemampuan, atau lebih luasnya kesempatan. Yang kita perlukan adalah menggunakan apa yang kita miliki sekarang. Belajarlah untuk menangkap peluang, yang selalu berada di sekeliling kita. Setiap situasi yang dipandang dengan baik adalah kesempatan.
Bayangkan kita berada di sebuah perjalanan panjang. Junjunglah visi sukses kita pribadi. Pada akhirnya, kita akan menyadari bahwa kita tidak akan mengalami kegagalan bila kita mencobanya. Sukses adalah jalan yang disusun dengan keteguhan hati. Kesulitan senantiasa beserta kita hanya bila kita senantiasa berusaha. Kita memerlukan proses pertumbuhan yang bertahap. Keterburuan kita untuk meraih sukses adalah beban yang memberati perkembangan kita. Setiap langkah kecil yang membawa kita maju patut dihargai. Tak perlu kita sibuk mencari jalan pintas, karena tak ada jalan pintas. Yang perlu kita amati adalah jalan lurus kita. Tak peduli bergelombang atau berbatu, selama kita yakin berada di jalan yang tepat, maka melangkahlah hadapi kenyataan.

Mungkin saja yang menjadi "polisi tidur" penghambat jalan keberhasilan kita adalah diri kita sendiri. Seringkali langkah tersulit membebaskan diri kita dari kesulitan adalah mengakui bahwa sebenarnya kita adalah biang keladi kesulitan. Karena itu, saat kita menghadapi masalah di jalan mencapai kesuksesan, pertimbangkan dan sadarilah dengan hati-hati apakah kita merupakan sumber semua masalah tersebut.
Namun bagaimanapun, kita mungkin tidak mampu melakukan semua yang kita inginkan. Belenggu kita adalah kita berusaha untuk melakukan semua hal dalam sekali waktu yang sama. Meski kita bekerja keras untuk melakukan segala hal, pada akhirnya kita hanya akan menyelesaikan sedikit hal saja. Yang kita perlukan adalah memusatkan perhatian pada satu atau dua hal saja, karena hal ini justru meningkatkan kesempatan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Begitu kita mengetahui hal-hal mana yang akan kita kerjakan, kita harus memfokuskan diri pada apa yang benar-benar diperlukan untuk mengerjakannya. Susunlah rencana selangkah demi selangkah , apa dan kapan kita harus mengerjakan dan menuntaskannya.

Apa yang tertulis di atas kertas adalah sebuah rencana, sedangkan apa yang terpikir di kepala adalah sebuah mimpi. Beberapa orang segan untuk menuliskan rencana-rencana mereka. Menulis rencana di atas kertas merupakan langkah awal menuju kesuksesan dan pemenuhan hasrat seseorang. Tanpa rencana tertulis, kebanyakan orang akan memulai suatu hal namun segera perhatiannya akan teralihkan oleh banyak hal kecil yang muncul kemudian. Gejala pasti apabila kita dalam belenggu kesulitan adalah saat kita telah bekerja keras namun tidak jua mendekati titik sasaran. Hal ini sering terjadi juga pada orang-orang yang tidak mau menyusun rencananya secara tertulis. Agar kita dapat bergerak maju, kita harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan pada saat yang diperlukan pula. Penghalang jalan lain yang kita ciptakan sendiri adalah terlalu banyak memikirkan pilihan-pilihan sehingga membuat kita tidak melakukan apa-apa. "Saya bila melakukan A, B, atau C. Kalau begitu sebaiknya saya pikirkan baik-baik," begitulah angan-angan kita. Kemudian kita mulai merenungkannya, namun kita sama sekali tidak memutuskannya. Sebenarnya pada saat itu kita sudah melakukan sesuatu, yaitu memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa. Tapi coba tebak apa hasilnya? Bila kita tidak melakukan apa-apa maka hasilnya pun bukan apa-apa.
Pusatkan pada apa yang akan berhasil. Beberapa orang sangat pandai mencari-cari alasan mengapa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Jangan melipatgandakan sesuatu yang akan berakibat negatif tetapi lipat gandakalah sesuatu yang positif. Berkonsentrasilah pada apa yang akan berjalan baik bagi kita, dan pada akhirnya restuilah segala usaha dan upaya kita dalam sebuah doa dan permohonan kepadaNya, dan yakinilah bahwa penyempurnaan usaha kita dan keberhasilan hanya dari pada-Nya semata.

Selasa, 26 Februari 2008

m-Business Evolution


Menurut Ravi Kalakota, dalam bukunya m-Business: The Race to Mobility, revolusi struktural diam-diam sudah terjadi di bidang ekonomi. Tahun 90-an, ketika jejaring nirkabel muncul, begitu banyak janji-janji yang diberikan, namun sebagian besar tidak terpenuhi. Kini, industri mobile Internet tumbuh lebih besar dari sebelumnya, berkat lima hal penting, yaitu: investasi infrastruktur yang besar, kemajuan piranti lunak, modal berlimpah sekalipun menghadapi masalah ekonomi, perhatian konsumen yang lebih besar, tuntutan yang semakin banyak akan bisnis secara real-time.

Ketika teknologi mobile berubah dari sekedar sebuah “mainan” menjadi tools, sikap para penggunanya juga berubah. Mereka tidak lagi sebagai early adopters, bahkan menuntut tersedianya aplikasi-aplikasi mobile. Mobilitas berarti fully portable, akses real-time ke sumber daya informasi dan tools yang sama.

Menurutnya, kalau kita melihat sejenak pertengahan dekade 90-an, kita telah melihat tiga perubahan besar struktural dalam waktu relatif singkat, yaitu: e-Commerce, e-Business dan m-Business.

Perubahan-perubahan struktural yang diakibatkan berdampak pada batas-batas sebuah enterprise. e-Commerce berpengaruh pada bagaimana perusahaan-perusahaan berinteraksi dengan para pelanggan mereka. e-Business berdampak terhadap supplier maupun karyawan. Namun, hampir seluruh aplikasi e-Commerce dan e-Business ini dirancang dan dikembangkan dengan asumsi akan digunakan oleh pengguna stasioner atau menetap, dengan infrastruktur yang terhubung kabel. Paradigma fixed e-commerce ini berevolusi dengan muncul dan meluasnya penerapan jejaring data nirkabel ke dalam m-Commerce, yang kemudian didukung dengan apa yang dinamakan m-Business.

m-Business adalah infrastruktur aplikasi yang dibutuhkan untuk mengelola hubungan bisnis dan menjual informasi, jasa dan komoditas dengan menggunakan perangkat mobile. Boleh dibilang, m-Business merupakan perpanjangan dari e-Business. Ketika kapabilitas mobile Internet semakin membaik, ia menjadi suatu cara akses yang paling nyaman terhadap layanan online, dan juga selalu tersedia (always on, always available).

Peluang utama penggunaan teknologi mobile lebih pada penyampaian layanan/produk kepada pelanggan, atau memobilisasi perusahaan dengan menyediakan akses terhadap informasi dan aplikasi, misalnya e-mail, kepada karyawan.

Peluang ini lazimnya berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, satu industri dengan industri lainnya. Timing investasi m-Business juga akan berbeda-beda, tergantung tujuan bisnis, kemapanan teknologi, dan yang terpenting, seberapa jauh kesiapan para penggunanya.

Nah, sekarang bagaimana bila sebuah perusahaan ingin terjun ke m-business?

Jumat, 22 Februari 2008

TQM in the educational context


Total Quality Management (TQM) is becoming increasingly used to describe a variety of different initiative in organizations. It refer to the systematic management of an organization's customer-supplier relationship in such a way as to ensure sustainable, steep-slope improvement in quality performance. The key word in TQM is Management, Quality performance does not occur by happenchance or accident, it occurs because it is designed into the way the organization works; it permeates all aspects of the organization. Total quality means what it says. All aspects of the organization have to be dedicated to the goal of achieving the highest possible standards of performance as required by their customers (internal or external), given the strategy they are pursuing. It is total, in that it affects all who work in the school and in that it affects all activities undertaken in the name of the school. This requires everyone associated with the school to understan their quality commitments and obligations and the goals they need to meet to make quality a reality. It requires the commitment of all employees to high performance and quality and the alignment of these staff, around challenging goals.
The customer-supplier relationships within the school and between the school and its consumer and provider stakeholders are the basic for all activities. If these processes and chain are managed weel, with a constant focus on high performance and improvement, then quality achievements follow. What is important here is that attention is given to the managing of processes, because processes produce outcomes. Far too much attention has been focused upon securing outcomes, no matter what the process looks like - yet it is process quality and effectiveness that leads to sustainable quality outcomes. Process here refer to the way in which people work to achieve results.

Kamis, 21 Februari 2008

Ketrampilan Berpikir Kritis : Bias



Untuk mengurangi bias, beberapa cara harus dilakukan jika seseorang ingin berpikir kritis. Jangan tanyakan “Bagaimana hal ini bertentangan dengan pendapat saya?”, tapi tanyakanlah “Apa artinya ini?”

Jangan lakukan penilaian terlalu dini pada tahap pengumpulan informasi.
Anda harus sadar terhadap kekurangan anda sendiri dan orang lain dengan cara:
menerima bahwa setiap orang memiliki pemihakan di bawah sadar (pemihakan secara refleks) bersikap tanpa ego membuang pendapat semula anda jauh-jauh sadar bahwa setiap orang memiliki kelemahan masing-masing Gunakan metoda sokratis untuk mengevaluasi sebuah argumen dengan menanyakan pertanyaan terbuka. Sebagai contoh adalah:

Apa yang anda maksud dengan __________?
Bagaimana anda dapat berkesimpulan begitu?
Mengapa anda berpendapat bahwa itu adalah benar?
Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
Apa yang terjadi jika anda ternyata salah?
Dapatkah anda memberikan dua buah sumber yang tidak setuju dengan anda dan jelaskan mengapa?
Mengapa hal ini penting?
Bagaimana saya dapat mengetahui bahwa anda mengatakan yang sebenarnya?
Apa penjelasan alternatif dari fenomena ini?

Ketrampilan Berpikir Kritis : Definisi


Berpikir kritis (critical thinking)adalah proses mental untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi. Informasi tersebut bisa didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi.

Langkah-langkah umum di dalam berpikir kritis adalah :

Langkah 1 : Buatlah daftar pendapat dan kumpulkan argumentasi yang mendukung setiap pendapat tersebut. Pecahkan argumentasi yang anda dapatkan pada langkah pertama menjadi kalimat-kalimat pendukungnya dan carilah implikasi dari kalimat-kalimat ini.
Carilah kontradiksi pada kalimat-kalimat dan implikasinya yang anda dapatkan pada langkah 2.

langkah 2: Dari argumen-argumen yang anda dapatkan, susunlah berdasarkan argumen-argumen yang saling bertentangan dan beri bobot untuk argumen-argumen tersebut
Tambahkan bobot jika sebuah klaim memiliki dukungan yang kuat, terutama jika memiliki alasan-alasan yang kuat. Kurangi bobot jika ada klaim yang memiliki kontradiksi.
Ubahlah bobot tergantung dari relevansi dari informasi terhadap isu yang dibicarakan
Klaim yang besar membutuhkan bukti yang besar pula, jika sebuah klaim besar tidak memiliki bukti yang cukup, abaikan klaim ini dalam membentuk opini anda.
Tinjaulah bobot dari setiap klaim Opini yang memiliki bukti yang terkuat kemungkinan besar adalah benar Mind map adalah alat yang efektif untuk mengevaluasi informasi ini. Pada tahap-tahap akhir, bobot numerik dapat diberikan pada cabang-cabang Mind map Tentunya berpikir kritis tidak menjamin seseorang akan mencapai kesimpulan yang tepat. Pertama, ada kemungkinan seseorang tidak memiliki seluruh informasi yang relevan. Informasi yang penting mungkin belum ditemukan atau informasi tersebut mungkin tidak akan dapat ditemukan. Kedua, pemihakan (bias) dari seseorang dapat saja menghalangi pengumpulan dan penilaian informasi secara efektif.

Rabu, 20 Februari 2008

Mastery Learning


Mastery learning was originally developed by Morrison in the 1930s. His formula for mastery was "Pretest, teach, test the result, adapt procedure, teach and test again to the point of actual learning." (Morrison, 1931, in Saettler, 1990). Mastery learning assumes that all students can master the materials presented in the lesson. Bloom further developed Morrison's plan, but mastery learning is more effective for the lower levels of learning on Bloom's taxonomy, and not appropriate for higher level learning (Saettler, 1990).

Selasa, 19 Februari 2008

Kompetensi Guru



Sesungguhnya ada dua problem pokok yang saling mengait satu dengan lainnya dimana selama ini menjadi ganjalan bagi upaya profesionalisme guru, yakni : Pertama, problem kompetensi guru; dan Kedua, problem kesejahteraan guru. Kompetensi guru menjadi tuntutan yang tidak dapat di tawar-tawar lagi jika kita secara sungguh-sungguh berniat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Pengertian kompetensi di sini adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen secara eksplisit menyebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Mengacu substansi pasal 8 tersebut di atas, jelas sekali bahwa kepemilikan kompetensi itu hukumnya wajib. Khusus tentang kompetensi ini dijelaskan pada pasal 10 ayat (1) yang menyebutkan kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

Kompetensi pedagogik mengacu pada kemampuan dan ketrampilan seorang guru dalam mengajar yang terkait juga dengan penguasaan teori serta prakteknya antara lain kemampuan dalam memehami peserta didik, dapat menjelaskan materi pelajaran dengan baik, mampu memberikan evaluasi terhadap apa yang sudah diajarkan, juga mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.

Bagaimana dengan kompetensi kepribadian profesionalisme seorang pendidik(guru) ?

Senin, 18 Februari 2008

School Quality Assurance



Quality in the schools sector is interpreted as leading to successful and measurable student outcomes across the whole spectrum of academic, social and cultural pursuits, enabling students to develop life-long learning skills that will enhance their capacity to be productive members of society. Quality assurance measures include self-regulation at school level, on-going strategic professional development of teachers, national benchmarking of basic literacy and numeracy skills.

Jumat, 15 Februari 2008

Teaching Tips: checking understanding



These teaching tips will be of general help to new teachers or others who simply wish to brush up on their technique.

HOW:
1. Ask your students "Is that clear?".
2. If It's clear, fine. If anyone says "No, can you explain that?/Can you explain again?", Ask if one of the other students can explain it.
3. If nobody understands it, go through an example step by step together. They should get it then.
4. If they still don't get it, go through another example together.
5. If the poor things are still lost either...
- do the whole activity together as a class, if possible, or...
- give up and go to the next activity.
- if it's a word they are having difficulty understanding, you could set it
for homework and get the students to explain the meaning to you
next lesson.
6. Another way to check understanding of instruction is to ask the students to imagine that you are a new student who has just come in can they explain how to do the activity ?
7. Another way to check understanding, not only of instructions, is by concept checking.

WHY:
1. You need to check that the students have understood because they are unlikely to tell you if they haven't - they will simply bumble through the exercise, doing it wrong, probably aware that they are doing it wrong, and losing confidence.

2. You need to ask "Is that clear?" rather than "Do you understand?" because the chances of a student saying "No, I don't understand" are very slim - they will feel very stupid. Would you admit to not understanding something in front of others in a classroom situation? I wouldn't!.

3. The student who doesn't understand will be convinced s/he is the only one who doesn't get it and will not want to admit that in public. Question like "Is that clear?" shift the blame to the quality of the instructions instead. Neutral geound much nicer.

Kamis, 14 Februari 2008

Knowledge Management 2 : Moving from Personal to Organizational


Implementing organizational knowledge management requires the full involvement of individuals at all levels across an organization. Only through the participatory design and development of knowledge management systems and processes can a development organization ensure that people actually employ knowledge management tools effectively. This also requires respect and acknowledgement for the value of personal knowledge management activities so that the best features of those activities can be leveraged and adopted across the organization.

Based on knowledge management in the corporate world, we identify eight core activities for implementing knowledge management systems that move from personal to organizational knowledge management:

1)Knowledge mapping , describes what knowledge an organization has, who has it and how it flows (or doesn’t) through the enterprise.

2)Commitment to multi-stakeholder planning , if knowledge mapping suggests that the organization is ready to become a knowledge organization, the organization needs to commit to multi-stakeholder planning for knowledge management.

3)Participant goal setting, participants in multi-stakeholder planning can better grasp the value of organizational knowledge management when they have the opportunity to integrate their personal knowledge management goals with those of the organization.

4)Organizational goal setting , participants in multi-stakeholder planning can more easily move to organizational goal setting when their personal goals have been heard and acknowledged. These personal goals need to be linked to organizational knowledge management goals.

5)Partnering/networking goal setting , knowledge management goals must also go beyond the internal functioning of the organization and look at the wider organizational context of relationships, partnerships and networks.

6)Measurement frameworks – monitoring & evaluation , measurement frameworks are critical to successfully implementing knowledge management systems and processes. These measurement frameworks need not be overly elaborate – as in the qualitative relationship ranking described above.

7)Selection of tools and processes , participants need opportunities to learn about knowledge management tools and processes employed elsewhere.

8)Implementation of tools and processes, tools and processes that are thrust upon people with little consultation are likely to fail.

Knowledge Management 1 : Practically Defined



Knowledge management is a very personal activity that, if practiced widely, can improve organization’s ability to achieve development results. Knowledge management means taking responsibility for what you know, who you know—and what they know.

Knowledge management begins and ends as a personal activity. Without the human understanding, personal context and need for immediate utility which we bring to bear on knowledge, all we have is raw data.

Personally accessible, immediately useful and relatively inexpensive personal knowledge management tools can empower development workers to take ownership of their intellectual assets. Knowledge management starts with the individual and moves through an organization. Every individual uses knowledge management tools – including personal memory, date books, notebooks, file cabinets, email archives, calendars, post-it notes, bulletin boards, newsletters, journals, and restaurant napkins. Knowledge management begins when an organization enables individuals to link their personal knowledge management systems with organizational knowledge management systems.

Knowledge management tools only work when individuals see direct benefits in linking their personal knowledge management systems with organizational knowledge management systems. If development workers believe that the chores of contributing to an organizational knowledge management program benefit only their bosses, and not themselves or the communities with which they work, they may decide the best way to take advantage of the value of their individual knowledge is to use it for personal or local advantage. This results in serious knowledge deficits for the wider organization.

At the individual level, knowledge management involves a range of relatively simple and inexpensive techniques and tools that anyone can use to acquire, create and share knowledge, extend personal networks and collaborate with colleagues without having to rely on the technical or financial resources of the organization. Implemented from the bottom up by one development worker at a time, these techniques can increase productivity and enthusiasm and help to build momentum that can overcome the technological and social barriers to top-down, organization-wide knowledge management initiatives.

Rabu, 13 Februari 2008

Media Pembelajaran



Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (Bovee, 1997).
Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media.

Bentuk-bentuk stimulus bisa dipergunakan sebagai media diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia; realia; gambar bergerak atau tidak; tulisan dan suara yang direkam. Kelima bentuk stimulus ini akan membantu pembelajar dalam belajar. Namun demikian tidaklah mudah mendapatkan kelima bentuk itu dalam satu waktu atau tempat.

Teknologi komputer adalah sebuah penemuan yang memungkinkan menghadirkan beberapa atau semua bentuk stimulus di atas sehingga pembelajaran akan lebih optimal. Namun demikian masalah yang timbul tidak semudah yang dibayangkan. Pengajar adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk merealisasikan kelima bentuk stimulus tersebut dalam bentuk pembelajaran. Namun kebanyakan pengajar tidak mempunyai kemampuan untuk menghadirkan kelima stimulus itu dengan program komputer sedangkan pemrogram komputer tidak menguasai pembelajaran.

Jalan keluarnya adalah merealisasikan stimulus-stimulus itu dalam program komputer dengan menggunakan piranti lunak yang mudah dipelajari sehingga dengan demikian para pengajar akan dengan mudah merealisasikan ide-ide pengajarannya.

Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat. Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi pembelajar. Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada pembelajar. Selain itu media juga harus merangsang pembelajar mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan pembelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong pembelajar untuk melakukan praktek-praktek dengan benar.

Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Hubbard mengusulkan sembilan kriteria untuk menilainya (Hubbard, 1983). Kreteria pertamanya adalah biaya. Biaya memang harus dinilai dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media itu. Kriteria lainnya adalah ketersedian fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan. Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media semakin baiklah media itu.

Kriteria di atas lebih diperuntukkan bagi media konvensional. Thorn mengajukan enam kriteria untuk menilai multimedia interaktif (Thorn, 1995). Kriteria penilaian yang pertama adalah kemudahan navigasi. Sebuah program harus dirancang sesederhana mungkin sehingga pembelajar bahasa tidak perlu belajar komputer lebih dahulu. Kriteria yang kedua adalah kandungan kognisi, kriteria yang lainnya adalah pengetahuan dan presentasi informasi. Kedua kriteria ini adalah untuk menilai isi dari program itu sendiri, apakah program telah memenuhi kebutuhan pembelajaran si pembelajar atau belum. Kriteria keempat adalah integrasi media di mana media harus mengintegrasikan aspek dan ketrampilan bahasa yang harus dipelajari. Untuk menarik minat pembelajar program harus mempunyai tampilan yang artistik maka estetika juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian yang terakhir adalah fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan pembelajaran yang diinginkan oleh pembelajar. Sehingga pada waktu seorang selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu.