Sabtu, 07 Februari 2009
TAXSONOMY BLOOM IN DIGITAL ERA EDUCATION
Benjamin Bloom (lahir pada 21 Pebruari 1913, meninggal pada 13 September 1999) seorang psikologis pendidikan berkebangsaan Amerika Serikat sudah memberikan kontribusi besar di bidang pendidikan dengan menyusun klasifikasi objektif kognitif kependidikan serta teori belajar tuntas (mastery learning).
Pengkategorian tersebut sampai saat ini kita kenal dengan sebutan taksonomi bloom. Taksonomi Bloom mengbuat suatu urutan klasifikasi berdasarkan pada urutan ketrampilan berpikir dalam suatu proses yang semakin lama semakin tinggi tingkatannya.
Dalam konteks ini, menurut Bloom, kita tidak dapat memahami suatu konsep apabila kita tidak melakukan “mengingat” terlebih dahulu, sama hal nya kita bisa menerapkan suatu pengetahuan dan konsep apabila kita tidak memahaminya. Urutan yang yang disampaikan oleh Bloom ini merupakan suatu kontinum dari berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking) ke berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking).
Pada tahun 1990-an murid dari Bloom yang bernama Lorin Anderson, melakukan revisi dan penyesuaian atas taksonomi bloom gurunya itu, di mana revisi yang dilakukan oleh Anderson ini menggunakan kata kerja dari setiap kategori dan penyusunan kembali tahapan-tahapan yang ada di dalam taksonomi terdahulu.
Setiap kategori memiliki elemen yang terdiri atas sejumlah kata kerja terkait mulai dari tingkat berpikir rendah ke tingkat berpikir tinggi, yaitu :
• Remembering - Recognising, listing, describing, identifying, retrieving, naming, locating, finding
• Understanding - Interpreting, Summarising, inferring, paraphrasing, classifying, comparing, explaining, exemplifying
• Applying - Implementing, carrying out, using, executing
• Analysing - Comparing, organising, deconstructing, Attributing, outlining, finding, structuring, integrating
• Evaluating - Checking, hypothesising, critiquing, Experimenting, judging, testing, Detecting, Monitoring
• Creating - designing, constructing, planning, producing, inventing, devising, making
Elemen yang dikemukakan Anderson tidak secara spesifik menunjukkan objektif yang terintegrasi dengan Teknologi Informasi atau era Digital sebagaimana yang sedang kita jalani ini, terutama dalam hal aplikasinya di dalam kelas dan kehidupan peserta didik pada saat sekarang.
Untuk menjawab hal tersebut maka di dalam setiap kategori tersebut perlu dilengkapi dengan kata kerja yang berkaitan dengan Teknologi Informasi sebagaimana pada gambar berikut ini :
Kata kerja yang dilengkapi yang berkaitan dengan Teknologi Informasi sebagaimana pada gambar di atas adalah :
Key Terms - Remembering:
Recognizing, listing, describing, identifying, retrieving, naming, locating, finding, Bullet pointing, highlighting, bookmarking, social networking, Social bookmarking, favorite-ing/local bookmarking, Searching, Googling.
Key Terms - Understanding:
Interpreting, Summarizing, inferring, paraphrasing, classifying, comparing, explaining, exemplifying, Advanced searching, Boolean searching, blog journaling, twittering, categorising and tagging, commenting, annotating, subscribing.
Key Terms - Applying:
Implementing, carrying out, using, executing, running, loading, playing, operating, hacking, uploading, sharing, editing.
Key Terms - Analysing:
Comparing, organising, deconstructing, Attributing, outlining, finding, structuring, integrating, Mashing, linking, reverse-engineering, cracking, mind-mapping, validating, tagging.
Key Terms – Evaluating:
Checking, hypothesising, critiquing, experimenting, judging, testing, detecting, monitoring, (Blog/vlog) commenting, reviewing, posting, moderating, collaborating, networking, reflecting, (Alpha & beta) testing.
Key Terms – Creating:
designing, constructing, planning, producing, inventing, devising, making, programming, filming, animating, Blogging, Video blogging, mixing, remixing, wiki-ing, publishing, videocasting, podcasting, directing/producing, creating or building mash ups.
----
Bibliography
Anderson, L.W., and D. Krathwohl (Eds.) (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing: a Revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objectives. Longman, New York.
Rabu, 20 Agustus 2008
Data Mining
Data Mining merupakan teknologi baru yang sangat berguna untuk membantu perusahaan-perusahaan menemukan informasi yang sangat penting dari gudang data mereka. Kakas data mining meramalkan tren dan sifat-sifat perilaku bisnis yang sangat berguna untuk mendukung pengambila keputusan penting. Analisis yang diotomatisasi yang dilakukan oleh data mining melebihi yang dilakukan oleh sistem pendukung keputusan tradisional yang sudah banyak digunakan. Data Mining dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan bisnis yang dengan cara tradisional memerlukan banyak waktu untuk menjawabnya. Data Mining mengeksplorasi basis data untuk
menemukan pola-pola yang tersembunyi, mencari informasi pemrediksi yang
mungkin saja terlupakan oleh para pelaku bisnis karena terletak di luar ekspektasi mereka.
Data mining didefinisikan sebagai satu set teknik yang digunakan secara otomatis untuk mengeksplorasi secara menyeluruh dan membawa ke permukaan relasi-relasi yang kompleks pada set data yang sangat besar. Set data yang dimaksud di sini adalah set data yang berbentuk tabulasi, seperti yang banyak diimplementasikan dalam teknologi manajemen basis data relasional. Akan tetapi, teknik-teknik data mining dapat juga diaplikasikan pada representasi data yang lain, seperti domain data spatial, berbasis text, dan multimedia (citra).
Data mining dapat juga didefinisikan sebagai “pemodelan dan penemuan pola-pola yang tersembunyi dengan memanfaatkan data dalam volume yang besar”
Data mining menggunakan pendekatan discovery-based dimana pencocokan pola (pattern-matching) dan algoritma- algoritma yang lain digunakan untuk menentukan relasi-relasi kunci di dalam data yang diekplorasi. Data mining merupakan komponen baru pada arsitektur sistem pendukung keputusan (DSS) di perusahaan-perusahaan.
Data mining (penambangan data), sesuai dengan namanya, berkonotasi sebagai pencarian informasi bisnis yang berharga dari basis data yang sangat besar. Usaha pencarian yang dilakukan dapat dianalogikan dengan penambangan logam mulia dari lahan sumbernya.
Dengan tersedianya basis data dalam kualitas dan ukuran yang memadai, teknologidata mining memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut:
1. Mengotomatisasi prediksi tren dan sifat-sifat bisnis. Data mining mengotomatisasi proses pencarian informasi pemprediksi di dalam basis data yang besar. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan prediksi ini dapat cepat dijawab langsung dari data yang tersedia.
Contoh dari masalah prediksi ini Misalnya target pemasaran, peramalan kebangkrutan dan bentuk- bentuk kerugian lainnya.
2.Mengotomatisasi penemuan pola-pola yang tidak diketahui sebelumnya. Kakas data mining “menyapu” basis data, kemudian mengidentifikasi pola-pola yang sebelumnya tersembunyi dalam satu sapuan. Contoh dari penemuan pola ini adalah analisis pada data penjulan ritel untuk mengidentifikasi produk- produk, yang kelihatannya tidak berkaitan, yang seringkali dibeli secara bersamaan oleh kustomer. Contoh lain adalah pendeteksian transaksi palsu dengan kartu kredit dan identifikasi adanya data anomali yang dapat diartikan sebagai data salah ketik (karena kesalahan operator).
Cara Kerja Data Mining
Bagaimana tepatnya data mining “menggali” hal-hal penting yang belum diketahui sebelumnya atau memprediksi apa yang akan terjadi? Teknik yang digunakan untuk melaksanakan tugas ini disebut pemodelan. Pemodelan di sini dimaksudkan sebagai kegiatan untuk membangun sebuah model pada situasi yang telah diketahui “jawabannya” dan kemudian menerapkannya pada situasi lain yang akan dicari jawabannya.
Sabtu, 21 Juni 2008
The Importance of People in E-business
The Importance of People in E-business
Javier Quintanilla Alboreca
José Ramón Pin Arboledas
We are currently living in a changeover era in which different realities simultaneously live side by side. On the one hand, we cannot forget the importance and capacity of survival of the traditional economic set-up, whilst on the other hand nor can we obviate the push of a new economy. This new reality raises many questions which need answering, for example about what the rules and fundamental pillars of the new labour market which the new economy brings will be. For this reason, now that we are faced with a new phenomenon such as e-business, we need to define the problems we wish to overcome and so avoid them catching us unaware in the future.
One of the fundamental challenges in this field is the so-called e-people management; in other words, How is e-business going to influence the management of people? What competences will be necessary? How will work be organised the new economy?
The new economy is defining a new labour market where the relation between the
employer in the employee is being modified. Indeed such is this modification that we
may even have difficulty separating both figures, at least using the traditional
interpretation of the said terms. If we offer an employee a substantial holding in the business, by way of stock options or by way of other mechanisms, should we consider him just an employee, a member or a quasi-member? Are relations the same between employers and employees, or between members or quasi-members?
If e-business has come about and is developing through innovation, talent and readiness to constantly evolve, in other words, as a product of collective or individual spirit, then it shall necessarily imply changes in the management of these individuals or teams.
Influence of e-business on people's work
But what is it in e-business, with regards to the previous situation, that influences
people? Among other things, we should highlight the use of technology to work within
and, especially, outside of the organisation. This does not mean that in the past we didn't use electronic technology, since we have all used it, we use it today and we shall continue to use it. The differential fact is that now it forms the basis of the business, whilst before it was, principally, for support. Business is now set up around this technological nucleus and the Internet. One of the principle features of this technological revolution is the central role of knowledge and of
information/communication processing. This transformation has, at least, the following consequences with regards to people.
One consequence, as we have just seen, is the radical change in the way employer and
employee relate to each other. The second consequence refers to the modification of
posts of employment. Both take place at the same time, but it is the first consequence which is most important. The new relationship brings a change in the balance of power in favour of the employee. As the employee has the knowledge, which is the basic material of new economy, he is now in a more privileged position than before.
Along with this first modification, people experience other changes: a) Intensive use of electronic means to relate to other people. b) Use of computers, now used as a business channel, as a common work tool. c) People no longer need to remain in one place and operations are geographically dispersed. d) Accelerated changes of strategy and changes to the business process. e) Does it modify the working day? Business can be carried out 24 hours a day, 365 days a year, especially when the market is global.
From a technical or strategic point of view, the consequences go even further, but with regards to people, and to the influence on their working and professional lives, these, in our opinion, are the most important aspects.
On the other hand, when speaking of e-business we can distinguish, fundamentally, two
fields: those companies whose business started in the new economy, and those which
enter the new economy from a traditional situation, normally large companies who see
the appearance of a large market which they must form part of.
The Problems of Managing People in E-business
Whenever there is research into the e-people field, the first thing that is discovered is that the biggest difference with regards to the traditional company is not the use of communication and information technologies, but the mentality of the people who work there. The relations between employer and employee are more similar to those between independent professionals or between partners. It is what The Economist (31st march 2000: 87) calls Employee Power. In the old economy, it is the heads of the hierarchy and the organisations that hold control and power in the employer-employee relationship. In the new economy we are witnessing a dramatic change. Entrepreneurs with little work experience and without traditional formal studies begin to define a new kind of labour relationship. Here the important thing is not status or prestige accumulated through years of service; the key is what each person can bring to these new companies in which knowledge is the true talisman. He who has knowledge has power. It seems that the new economy is governed more by the market of knowledge than by hierarchy.
This has consequences throughout the organisation. If one wishes to successfully set up an e-business, or one wishes to transform a traditional business into an e-business, one must modify the way of understanding these relations, the way leadership works and the way the organisation is governed.
In the next three articles of this series we shall analyse in more detail the important implications of the management of people on three levels of the organisation:
a) At the level of values and missions . In other words, what are the values which bring unity and consistence to the organisation, and what are the real customer and employee needs we wish to satisfy.
b) At the level of ways of working and managing. In other words, what is behind the
spontaneous internal cooperation which allows specific competences to be created in the organisation and how can people be managed.
c) At the level of human resource management systems . The formal processes of: recruitment, selection, training, development, compensation, appreciation of dedication, participation systems and labour relations.
Jumat, 06 Juni 2008
Neuro-Linguistic Programming (NLP)
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Neuro-Linguistic Programming (NLP) adalah model komunikasi interpersonal dan merupakan pendekatan alternatif terhadap psikoterapi yang didasarkan kepada pembelajaran subyektif mengenai bahasa, komunikasi, dan perubahan personal. NLP diawali pada sekitar tahun 1970-an oleh Richard Bandler dan John Grinder. Semula pembahasan lebih terpusat pada berbagai "hal beda yang dapat membuat perbedaan" antara individu "unggul" dengan individu "rata-rata". Guna memahami lebih lanjut akan perbedaan tersebut, mereka melakukan serangkaian pemodelan pada berbagai aspek dari individu "unggul", seperti berbagai prilaku dalam menerima serta menyikapi lingkungan sekitar. Hal itu berujung pada pemahaman mengenai mekanisme kerja pikiran. Sehingga NLP berisikan berbagai presuposisi mengenai mekanisme kerja pikiran dan berbagai cara individu dalam berinteraksi dengan lingkungan dan antar sesamanya, disertai dengan seperangkat metode untuk melakukan perubahan.
Secara semantik, Neuro dapat diartikan sebagai berbagai mekanisme yang dilakukan individu dalam menginterpretasikan informasi yang didapat melalui panca indra dan berbagai mekanisme pemprosesan selanjutnya di pikiran. Linguistic ditujukan untuk menjelaskan pengaruh bahasa yang digunakan pada diri maupun pada individu lain yang kemudian membentuk pengalaman individu akan lingkungan. Programming dapat diartikan sebagai berbagai mekanisme yang dapat dilakukan untuk melatih diri seorang individu (dan individu lain) dalam berpikir, bertindak dan berbicara dengan cara baru yang lebih positif. Walaupun pikiran individu telah memiliki program "alaminya", yang didapat baik melalui pewarisan secara genetis maupun melalui berbagai pengalaman, individu tetap dapat melakukan peprograman ulang sehingga dapat bertindak lebih efektif.
NLP semula dikembangkan sebagai salah satu perangkat psychotherapeutic. Namun kemudian memperoleh kredibilitas ketika diaplikasikan pada berbagai bidang, seperti bisnis, komunikasi dan lainnya. NLP juga sangat bermanfaat ketika digunakan pada pengembangan pribadi maupun pada proses belajar dan mengajar yang efektif.
Selasa, 03 Juni 2008
PAKEM
Sumber Asli dari : Depdiknas
A. Apa itu PAKEM?
PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.
Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus
menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya,
mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan
suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya,
bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang
pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut
bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat
penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu
menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang
beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.
Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan
sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar
sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Menurut hasil penelitian,
tingginya waktu curah terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan
aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak
efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa
setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki
sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran
hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran
tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.
Secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut:
Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman
dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan semangat,
termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk
menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang
lebih menarik dan menyediakan `pojok baca'
Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif,
termasuk cara belajar kelompok.
Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan
suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa
dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
B. Apa yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM?
1.Memahami sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi.
Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak
Indonesia, atau anak bukan Indonesia =E2=80=93 selama mereka normal
terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan
modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif.
Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah
sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat, anugerah Tuhan,
tersebut. Suasana pembelajaran dimana guru memuji anak karena hasil
karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang
mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan
pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.
2. Mengenal anak secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan
memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif,
Menyenangkan, dan Efektif) perbedaan individual perlu diperhatikan
dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam
kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda
sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan
lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor
sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila
mendapat kesulitan sehingga belajar anak tersebut menjadi optimal.
3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain
berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat
dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas
atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam
kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas
dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini
memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun
demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar
bakat individunya berkembang.
4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan
memecahkan masalah
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis
masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah.
Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa
ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak
lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara
lain dengan sering-sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan
yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata "Apa yang
terjadi jika =E2=80=A6" lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-
kata "Apa, berapa, kapan", yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya
satu).
5.Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam
PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi
ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan
diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan
inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja
perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar,
peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya.
Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan
ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam PEMBELAJARAN karena
dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
6.Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat
kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai
media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar).
Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak
merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan
tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa
ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan
lingkungan dapat men-gembangkan sejumlah keterampilan seperti
mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan,
berhipotesis, mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat
gambar/diagram.
7.Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam
belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah
satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya
lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara
memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan
agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar
selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan
memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan
pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada
hanya sekedar angka.
8.Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa
kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja
diatur berkelompok serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan
tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih
diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan
gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda
aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya
perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau
takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya
menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari
guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut
sangat bertentangan dengan `PAKEMenyenangkan.
Selasa, 22 April 2008
Enterprise Resource Planning (ERP)
Enterprise Resource Planning (ERP) systems attempt to integrate several data sources and processes of an organization into a unified system. A typical ERP system will use multiple components of computer software and hardware to achieve the integration. A key ingredient of most ERP systems is the use of a unified database to store data for the various system modules.
The two key components of an ERP system are a common database and a modular software design. A common database is the system that allows every department of a company to store and retrieve information in real-time. Using a common database allows information to be more reliable, accessible, and easily shared. Furthermore, a modular software design is a variety of programs that can be added on an individual basis to improve the efficiency of the business. This improves the business by adding functionality, mixing and matching programs from different vendors, and allowing the company to choose which modules to implement. These modular software designs link into the common database, so that all of the information between the departments is accessible and real-time.
Some organizations — typically those with sufficient in-house IT skills to integrate multiple software products — choose to implement only portions of an ERP system and develop an external interface to other ERP or stand-alone systems for their other application needs. For example, one may choose to use human resource management system from one vendor, and the financial systems from another, and perform the integration between the systems themselves.
This is very common in the retail sector, where even a mid-sized retailer will have a discrete Point-of-Sale (POS) product and financials application, then a series of specialized applications to handle business requirements such as warehouse management, staff rostering, merchandising and logistics.
Ideally, ERP delivers a single database that contains all data for the software modules, which would include:
Manufacturing
Engineering, Bills of Material, Scheduling, Capacity, Workflow Management, Quality Control, Cost Management, Manufacturing Process, Manufacturing Projects, Manufacturing Flow
Supply Chain Management
Inventory, Order Entry, Purchasing, Product Configurator, Supply Chain Planning, Supplier Scheduling, Inspection of goods, Claim Processing, Commission Calculation
Financials
General Ledger, Cash Management, Accounts Payable, Accounts Receivable, Fixed Assets
Projects
Costing, Billing, Time and Expense, Activity Management
Human Resources
Human Resources, Payroll, Training, Time & Attendance, Rostering, Benefits
Customer Relationship Management
Sales and Marketing, Commissions, Service, Customer Contact and Call Center support
Data Warehouse
and various Self-Service interfaces for Customers, Suppliers, and Employees
Enterprise Resource Planning is a term originally derived from manufacturing resource planning (MRP II) that followed material requirements planning (MRP). MRP evolved into ERP when "routings" became a major part of the software architecture and a company's capacity planning activity also became a part of the standard software activity. ERP systems typically handle the manufacturing, logistics, distribution, inventory, shipping, invoicing, and accounting for a company. Enterprise Resource Planning or ERP software can aid in the control of many business activities, like sales, marketing, delivery, billing, production, inventory management, quality management, and human resource management.
ERP systems saw a large boost in sales in the 1990s as companies faced the Y2K problem in their legacy systems. Many companies took this opportunity to replace their legacy information systems with ERP systems. This rapid growth in sales was followed by a slump in 1999, at which time most companies had already implemented their Y2K solution.
ERPs are often incorrectly called back office systems indicating that customers and the general public are not directly involved. This is contrasted with front office systems like customer relationship management (CRM) systems that deal directly with the customers, or the eBusiness systems such as eCommerce, eGovernment, eTelecom, and eFinance, or supplier relationship management (SRM) systems.
ERPs are cross-functional and enterprise wide. All functional departments that are involved in operations or production are integrated in one system. In addition to manufacturing, warehousing, logistics, and information technology, this would include accounting, human resources, marketing, and strategic management.
ERP II means open ERP architecture of components. The older, monolithic ERP systems became component oriented.
EAS — Enterprise Application Suite is a new name for formerly developed ERP systems which include (almost) all segments of business, using ordinary Internet browsers as thin clients.
Langganan:
Postingan (Atom)